secangkir kopi panas

selamat datang dan bergabung dengan blog saya, semoga memberi manfaat keilmuan dan meningkatkan ukhuwah islamiah

Senin, 13 Juni 2011

penanganan lahan pasca tambang dengan soil amandemen



PEMBENAHAN LAHAN PASCA TAMBANG
(SOIL AMENDMENTS)  

Oleh:
Dadan Mulyana (Fak. kehutanan IPB)
Ichsan Suwandhi (Kehutanan ITB Jatinangor)
Dede Sudrajat; (BPTP Bogor Dephut)

PENDAHULUAN

Lahan-lahan bekas penambangan baik migas maupun heavy metal umumnya menyisakan permasalahan lingkungan yang tinggi ditandai dengan kondisi lahan yang sangat kritis dan terkontaminasi bahan-bahan beracun berbahaya bagi makhluk hidup, tanah-tanah menghadapi dampak yang sangat serius baik secara fisik, kimia maupun biologis.  Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa permasalahan yang dihadapi lahan pasca penambangan sangat kompleks, mencakup :
-          Toksisitas dari variasi berbagai jenis kontaminan, terutama metal yang dapat mematikan tanaman, organism tanah dan populasi mikroba dalam tanah.
-          A higher- or lower-than-normal soil pH range can cause soil infertility and cause soil metals (low pH) and oxyanions (e.g., arsenate at high pH) to go into solution.
-          Excess sodium (Na) dapat menyebabkan keracunan pada tanaman, merusak struktur tanah dan terjadinya dispersi yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhan akar, aerasi tanah, dan infiltrasi.
-          Excess salts (sulfates and chlorides) menghambat pembentukan akar dan pengambilan air serta nutrisi.
-          Perubahan kualitas terhadap sifat fisik tanah, seperti kerapatan, agregat tanah, dan tekstur tanah, dapat menurunkan kemampuan infiltrasi dan penurunan kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat drastic.
-          Terjadinya defisiensi unsure-unsur hara mikro esensial seperti Zn dan Mn yang mengakibatkan penurunan kesuburan tanah, disamping itu unsure-unsur yang sama juga dapat menjadi sangat toksis pada konsentrasi yang lebih tinggi.
-          Dan berbagai permasalahan lainnya seperti hilang atau berkurangnya kandungan karbon, unsure hara mikro dan makro, serta suhu dan kelembaban permukaan.
Berdasarkan uraian di atas, lahan-lahan pasca tambang tersebut sangat tidak memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh, hilangnya organisme tanah dan populasi mikroba, namun disisi lain lahan-lahan tersebut harus direhabilitasi untuk mengembalikan fungsi-fungsi ekologis dan lingkungan serta diperlukan upaya untuk mengatasi tingkat bahaya kontaminan melalui remediasi. 
Setiadi (2006) menegaskan, kendala utama dalam melakukan kegiatan revegetasi pada lahan-lahan terbuka pasca penambangan adalah kondisi lahan yang marginal. Tanah yang memadat, minimnya kandungan unsur hara, potensi keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang rendah, dan minimnya populasi dan aktivitas mikroba tanah potensial, merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya tingkat keberhasilan revegetasi. Untuk dapat mengatasi masalah ini maka upaya perbaikan lahan dan upaya memilih jenis tanaman yang tepat, serta perlakukan teknik silvikultur yang benar perlu diterapkan.
Agar lahan dapat ditanami dan kegiatan remediasi berjalan dengan sukses, diperlukan pendekatan atau perlakuan-perlakuan untuk membuat kondisi tanah dapat ditanami.  Suatu solusi untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan pembenahan lahan  sebelum remediasi dilakukan, yaitu melalui soil amendment (perbaikan tanah).   Persoalan mendasar dari aktivitas ini akan berhubungan langsung dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pengelola dalam menghadapi areal yang luas, sehingga pendekatan perlakuan yang digunakan diharapkan dapat seefisien mungkin dengan tingkat keberhasilan tinggi.
EPA (2007) menjelaskan, pembenahan lahan pasca penambangan melalui soil amendment perlu mempertimbangkan selain cost-effective juga low energy technologies yang dapat diaplikasikan pada area-area semacam itu untuk mendukung proses remediasi atau revitalisasi dan tipe-tipe lahan lainnya yang mengalami kerusakan dan terkontaminasi.  Secara umum amandemen terhadap tanah mencakup municipal biosolids, animal manures and litters, sugar beet lime, wood ash, coal combustion products such as fly ash, log yard waste, neutralizing lime products, composted biosolids, and a variety of composted agricultural byproducts, as well as traditional agricultural fertilizers. Dalam aplikasinya, soil amendments meminimalkan tekanan dengan membatasi beberapa jalur yang terbuka dan immobilizing contaminants sampai pada batas bioavailability. Bentuk-bentuk upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanah umumnya berupa balancing pH, penambahan bahan organik, peningkatan kapasitas tukar kation (water holding capacity), re-establishing microbial communities, dan penurunan kekompakan tanah, sehingga pada tahap lebih lanjut pada lahan tersebut dapat dilakukan remediasi, revitalisasi dan dapat digunakan lagi sesuai peruntukannya.
Pusat kajian rehabilitasi lahan tambang Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (2006) melaporkan bahwa rehabilitasi lahan bekas penambangan membutuhkan pengintegrasian teknologi yang meliputi rekonstruksi bentuk lahan, ameliorasi limbah beracun, dan revegetasi. Masukan ilmiah yang diperlukan untuk pengembangan teknologi-teknologi ini mencakup kisaran disiplin ilmu yang luas mulai dari ilmu-ilrnu teknik dan fisika sampai ilmu-ilmu tanah dan biologi. Saat ini sangat sedikit riset dan pengembangan rehabilitasi yang dilakukan di Indonesia dan interaksi antar disiplin ilmu sangat kurang. Selain itu, riset yang dilakukan cenderung bersifat jangka pendek dan dilaksanakan secara sendiri-sendiri oleh institusi-­institusi. Akibatnya adalah kebutuhan riset rehabilitasi strategis belum secara memadai terpenuhi.
Gambar 1 menunjukkan bagaimana soil amendments dapat membantu menurunkan penyebaran kontaminan sebagaimana diilustrasikan oleh EPA (2007), With the addition of appropriate soil amendments, metals in the amended area are chemically precipitated and/or sequestered by complexation and sorption mechanisms within the contaminated substrate. Metal availability to plants is minimized, and metal leaching into groundwater can be reduced. In certain cases, metal availability below the treated area is also reduced.
Gambar 1.  The Role of Soil Amendments and Plants in the Amendment of Metal-Contaminated Soil (Sumber : EPA, 2007)

Pertumbuhan tanaman secara aktif adalah bagian integral dari proses soil amendment, relokasi air pada zona aerasi untuk mencegah atau mengurangi laju air permukaan dan sedimentasi
Plants y wind. Plants stabilize the landscape from erosion, also reduce erosion caused bgrowing season. This relocation has a significant impact on the volumes of water and metals that are able to move toward the groundwater. The selection of plant species for amended soil is based on the availability of seed or seedlings, their ability to establish and grow in the newly created root zone, the species‘ inability to translocate (move) metals from roots into the above-ground biomass of the plant, and land use and management considerations.
Because soil amendments have a wide range of uses, the knowledge presented in this paper may be applied to various situations ranging from time-critical contaminant removal actions to ecological revitalization projects. Practitioners can use soil amendments to —jump-start“ ecological revitalization at significant cost savings compared to traditional alternatives. In addition to eliminating exposure pathways and/or immobilizing metals and other contaminants, recycling these residual organic byproducts, instead of disposing of them, results in significant ecological benefits for the hydrosphere and atmosphere.

TIPE-TIPE PERMASALAHAN LAHAN PASCA TAMBANG
Soil amendments dapat digunakan untuk mengatasi dua kategori permasalahan pokok pada area terkontaminasi, yaitu: (1) contaminant bioavailability/phytoavailability dan (2) poor soil health and ecosystem function. Solusi-solusi masing-masing tipe permasalahan ini didasarkan pada kontaminan-kontaminan spesifik alami yang diketahui tingkat tekanannya terhadap lahan/tanah dan dampaknya, serta interaksi-interaksi spesifik dengan berbagai variasi soil amendment yang direkomendasikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1 (EPA, 2007) :
Table 1: Types of Problems Addressed by Soil Amendments


Exposure Pathways and Adverse Effects
Interactions
Solutions
Contaminant Bioavailability/PhytoavailabilityProblems
Toxicity (inorganic)



Aluminum (Al)
Phytotoxicity Runoff Leaching
Low pH 2 = more toxic; Low P = more toxic; High calcium (Ca) = less toxic
Raise pH greater than 6.0, add OM and P; add gypsum or other high soluble Ca source
Arsenic (As)
Soil Ingestion Runoff Leaching
High pH 2 = more toxic; High P = more soluble
Add organic matter (OM) and adjust pH to between 5.5-6.5
Borate (BO3 3­)
Phytotoxicity
Low and High pH 2 = more toxic
Add iron oxide and acidify (pH between 6.0-7.0)
Cadmium-to-Zinc Ratio (Cd:Zn) 1
Food chain
High ratio = greater bioavailability (risk) of Cd
Add Zn to reduce the Cd:Zn ratio
Chromate (CrO4 2­)
Phytotoxicity Runoff Leaching
High pH 2 = more toxic
Add reductants, e.g., OM, biosolids; also acidify to less than 6.5
Copper (Cu)
Phytotoxicity Runoff Leaching Aquatic receptors
Low pH 2 = more toxic; low OM = more toxic
Raise pH (6.0-7.0
Nickel (Ni)
Phytotoxicity
Low pH 2 = more toxic; low P = more toxic
Raise pH (7.0-8.0), add P, OM, and sorbents
Selenium (Se)
Food chain Runoff Leaching
High pH 2 = more toxic
Acidify (pH between 5.5-6.5)
Sulfate (SO4 2­)
Phytotoxicity to salt effects
NA
Irrigate soil
Zinc (Zn)
Phytotoxicity
Low pH 2 = more toxic; low P = more toxic
Raise pH (7.0-8.0), OM, and sorbents3, e.g., iron and manganese oxides, WTR4
Toxixity (organic)



Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
Soil Ingestion
Low OM 5= more bioavailable
Add OM and tillage
Polychlorinated Biphenyl (PCB)
Soil Ingestion
Low OM 5= more bioavailable
Add OM and tillage
Poor Soil Health/Ecosystem Function Problems
High or Low pH
Active Acidity (as measured directly in a water:soil mixture)
Runoff Leaching
Controls metal solubility and microbial activity; increases metal availability 6
Add lime and/or other alkaline soil amendments
Alkalinity
Anion solubility and metal micronutrient availability
See Mo, Se, As listed above
Add acid equivalent
Potential Acidity (total acid production capacity with time; largely from unreacted sulfides)
Runoff Leaching Metal and salt evolution and associated phytotoxicity
Similar to active acidity (above) 6
Estimate total lime demand and add 1.25 to 1.5 times the demand
Sodicity or Salinity
Electrical Conductivity
Phytotoxicity, plant water stress, nutrient uptake imbalances
High Na = more toxic
Irrigate; OM may help
Sodium (Na)
Phytotoxicity Sodicity7
High SAR = high soil dispersion
Add any Ca:Mg-rich material1; OM
Changes in Soil Physical Properties
Aggregation
Rooting and moisture­holding capacity
Low OM 4= poor aggregation
Add OM and gypsum
Bulk Density
Limits rooting and infiltration
Low OM 4= high bulk density
Add OM and deep tillage
Texture
Moisture-holding and soil strength
High clay = poor tilth; High sand = low moisture-holding
Modify with mineral soil amendments and add OM
Nutrient Deficiencies and Low Fertility

High Calcium-to-Magnesium Ratio (Ca:Mg)1
Induced Mg deficiency in plants; Can reduce growth or kill plants
Very strong acidity causes loss of exchangeable cations (Ca, K, Mg), which makes Mg deficiency more likely; Addition of only calcitic limestone to acidic site can more easily induce Mg deficiency. Dolomitic or Mg-containing calcitic limestones do not cause this Mg deficiency risk
Add Mg
High C:N 1 ratio
Limits nitrate availability to plants/limits growth
NA
Add N or high-N soil amendments, e.g., manures, biosolids
High N
Nitrate leaching; Suppresses legumes and  conifers
NA
Add cellulosic carbon, e.g., sawdust, rice hulls, or wood chips
High P
Runoff of soluble P or movement of soil particles to water can cause eutrophication; Limits Pb bioavailability; Reduces Cu, Cd, Ni, Zn phytoavailability; Supports legumes
Increases As availability9
Add Al or Fe to acid soils or Ca to alkaline soils to bind P; Drinking Water Residuals may be an effective source of Al or Fe for this purpose
Low Carbon-to-Nitrogen Ratio (C:N) 1
Runoff Nitrate leaching
NA
Add cellulosic C e.g., sawdust, rice hulls, or wood chips
Low Nitrogen (N)
Limits growth
High C:N 1 ratio = low N availability
Add N and/or high-nitrogen OM
Low P
Limits growth
Increases metal availability8
Add P or high-P organic soil amendments
Manganese (Mn) deficiency
Limits growth
NA
Add Mn or lower pH to less than 6.0
Keterangan :
1 Ratios:
C:N ratio = 15-40:1 Ca:Mg ratio = no greater than 20:1 Cd:Zn = <0.015 on weight basis Cu:Mo = >2:1 for cattle and >5:1 for sheep. Recommended Cu levels in feed/forages are 8 to 11 mg/kg. This amount should provide adequate copper if the diet does not exceed 0.25 percent sulfur and 2 mg Mo/kg diet. In a Cu-deficient diet, Mo can be toxic. Sulfur status of feed and forage also is a co-factor (Ref. 30, 26). Cu deficiency in cattle and sheep is easy to correct with mineral salt licks or supplements.
2 Low pH = <5.5; High pH = >8
3 WTR = water treatment residuals
4 Target OM% for soil = >2.5%; target OM% for contaminated soil = >5%
5 The term sorbents, as used here, describes materials that can hold on to or sorb different contaminants. There are a range of these materials, with different materials better suited for absorption of different contaminants. Some examples of sorbents include charcoal for different organic contaminants, water treatment residuals for excess P
and some heavy metals, and high surface area iron oxides for heavy metals including Pb and As.
(Refs. 6, 13, 14, 58)
6 All severely acidic soil systems are detrimental to plant growth because of Al and Mn toxicity. In cases where metal contaminants are present, acidity will increase metal availability. The toxicity of Al may be corrected by adding residuals high in cations such as Mg, Ca and K, even if these are in a form that does not increase soil pH. It is important in remediating these types of systems to make sure that sufficient Mg is available for plants. In cases where metal contaminants are present, acidity will increase metal availability.
7 A measure of the excess sodium in a soil which imparts a poor physical condition to the soil. (Ref. 31)
8 In cases where metal contaminants are present, insufficient P increases metal availability. Metals that are critical include Pb, Zn, and Cd. Agronomic tests for P availability to crops are useful to determine P status in soil where low P is suspected.
9 High P is a concern in cases of As contamination. Since P and As are chemically related, high P increases As availability. Tests, including water soluble P and Fe strip P, are available to determine P status in cases where high P is suspected. For more information, see http://www.sera17.ext.vt.edu.


1.        Contaminant Bioavailability/Phytoavailability Problems
Meskipun senyawa-senyawa kimia terdapat di dalam tanah, tidak semua dapat mendukung bioavailable atau phytoavailable. Bioavailability dan phytoavailability adalah istilah untuk mendescribe suatu derajat dimana kontaminan menjadi tersedia untuk diserap atau diambil dan interaksi dengan metabolism suatu organism. Kontaminan dengan kadar tertentu dapat beracun dan tidak mendukung bagi pertumbuhan tanaman, atau dapat pula menjadi pembatas pertumbuhan organism tanah dan populasi mikroba tanah.  Beberapa problem penting terkait dengan bio/phytoavailability adalah :
a.        Phytotoxicity
Beberapa tipe metal dapat berdampak berbahaya bagi tanaman, binatang maupun kesehatan manusia, hanya saja dampak yang ditimbulkan sangat bervariasi sesuai kadar atau konsentrasi yang melebihi kapasitas masing-masing organisme. Tingkat toksisitas kontaminan berupa metal (often a necessary plant nutrient) jika terdapat dalam konsentrasi yang sangat tinggi, toksisitas menjadi semakin tinggi pada tanah-tanah masam atau ketika terjadi defisiensi nutrisi. 

b.        Food Chain Contamination
Ketika areal telah ditutupi oleh tanaman hasil revegetasi, potensi terjadinya kontaminasi pada rantai pangan perlu diperhatikan. Kontaminasi rantai pangan dapat berdampak pada binatang-binatang yang memakan tanaman tersebut dan beberapa mesofauna yang hidup bersama serasah dan yang di dalam tanah. 


c.         Ingestion of Contaminated Soil
Ingestion of contaminated soil  dapat menghasilkan peningkatan unsure tertentu,   contohnya adalah unsure-unsur inorganic yang dapat mmemicu resiko seperti fluorine (F), timbale (Pb), arsenic (As), and  cadmium (Cd). Kontak langsung tanah dengan manusia umumnya tidak berbahaya bagi orang dewasa, tetapi bagi anak-anak akan berdampak pada meningkatnya kadar kontaminan dalam perut.  For wildlife, the situation is different. As stated earlier, some animals normally ingest high volumes of soil. Examples include worms and some water fowl. If the area that is being restored is expected to provide habitat to water fowl that dive into and feed on food, such as worms, in the sediment, the potential for contaminants to enter the food chain or to harm animals through direct ingestion is increased.
d.        Runoff and Leaching
Soils devoid of vegetation are especially prone to water and wind erosion. Runoff refers to the movement of materials over the soil surface. Actual particles of soil can erode off of the surface. In addition, contaminants can come into solution and flow over the surface soils and off site. Leaching refers to the movement of contaminants through the soil profile. Although it is possible for contaminated particles to move through the soil though large pores, it is much more common for contaminants to come into solution and travel downwards through the soil with soil water. Runoff from these barren landscapes may contain contaminants, for example, copper (Cu) and Zn, at concentrations that may be lethal to aquatic resources in receiving streams. This problem is exacerbated if the runoff water is acidic.
At many mine sites, the formation of acid rock or acid mine drainage is common. During mining, uncovered rock may be exposed to oxidation processes, and this rock can remain exposed after the mine is abandoned. The oxidation of sulfide minerals in the rock, especially iron sulfide (FeS2) produces acid that can solubilize metals. These low pH waters with elevated bioavailable metals can adversely impact receiving streams and aquatic receptors. Mine wastes and contaminated soil can be amended and vegetated to limit the loss of acidic, metal-rich runoff water to adjacent receiving streams. Studies compared 26 runoff events involving non-amended and contaminated soil to one event from lime-amended soil at a large Superfund site in Montana. The pH of runoff water from the untreated areas typically ranged from 3.8 to 5.3, while pH from the remediated soil was 6.2 during the single runoff event. Copper (Cu) and Zn levels in runoff water from the non-amended soil were several orders of magnitude higher than those observed from the treated site.

2.        Poor Soil Health/Ecosystem Function Problems
Pada dasarnya semua komponen dalam suatu ekosistem sangat tergantung pada tanah-tanah yang sehat agar fungsi-fungsi dapat berjalan secara optimal.  Tanah-tanah bekas tambang umumnya dalam kondisi yang kritis dan tidak sehat karena terdegradasi sangat berat sehingga memerlukan revitalisasi.  Kegiatan amandemen yang umum dilakukan terhadap tanah adalah treatment-treatment untuk meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), re-establishing microbial communities, dan mengatasi kekompakan tanah (alleviating compaction).   Beberapa problem penting terkait dengan kesehatan tanah diuraikan sebagai berikut :

a.         Higher or Lower pH

A higher- or lower-than-normal pH range (typically <5.5 or >8.5) in the soil, which could result from the runoff or leaching of industrial contaminants, acidic deposition, or exposure of acid- or alkaline-reactive geologic materials, can cause soil infertility and limit the microbial activity. Phytotoxicity is more likely with strongly acidic soil, such as soil where pyritic (containing sulfides) ores or acidic smelter emissions have caused local contamination. Pyrite and other sulfides in soil generate large amounts of sulfuric acid when they are oxidized. For example, in Butte, MT, and Leadville, CO, mine wastes reached a pH < 3.5 due to oxidation of pyrite in the soil. When soil is high in Zn, Cu, or nickel (Ni) contamination, soil pH may have to be raised to above 7.0 to reduce metal solubility enough to protect plant health and ensure food-chain safety. On the other hand, exposure of high Na subsoil or mine spoils can generate very high pH conditions that drastically limit phosphorus (P) availability and may induce high As, selenium (Se), and molybdenum (Mo) solubility. Similar problems may be found where waste limes (burnt lime and hydrolysis products) are found at elevated levels.

b.        Sodicity

Sodicity (high concentrations of Na) and/or high levels of exchangeable Na+ in soil has a detrimental affect on plants and, therefore, limit the use of salt-affected soils. Detrimental effects of sodicity or sodic soils are due to toxicity of Na+, HCO3-, and OH- ions and to reduced water infiltration and aeration. Excess Na can cause soil dispersion, which inhibits plant growth by hardening soil and blocking water infiltration, reducing soil hydraulic conductivity, and creating a cement-like surface layer that blocks growth of root systems and water infiltration through the soil (Ref. 22). Soil with an accumulation of exchangeable sodium is often characterized by poor tilth (physical condition of soil related to its ease of tillage, fitness as a seedbed, and its favorability to seedling emergence and root penetration) and low permeability making it unfavorable for plant growth.
c.         Salinitas

Salinity, or excess salts, such as chlorides and sulfates in the root zone limits the ability of plants to withdraw water and nutrients from the soil. In this hypertonic micro-environment, water is lost from the roots to achieve osmotic equilibrium with the surrounding environment. In effect, the salts physically draw out water from the plant root leading to desiccation. Salts also interfere with active ion uptake mechanisms at the root interface requiring plants to exert more energy to extract water and nutrients. This decrease in plant-available water and nutrients in saline environments causes
plant stress.
d.        Soil Physical Properties

In order for the soil to support a healthy the soil must be able to maintain a sufficient vegetative cover and microbial community, amount of oxygen when wet and hold onto a sufficient amount of water during a dry spell. Soil physical properties refer to the physical characteristics of the soil including, increased bulk density, poor aggregation, and textures that are too sandy or clayey. If a soil has a high bulk
density (high weight per unit volume), it is generally too dense to contain enough pore space to allow oxygen to diffuse through a soil and keep it well aerated. In addition, pore space allows water to enter and move through a soil, helping avoid waterlogged conditions. A soil with high bulk density generally will have high clay content. Soils that consist of rocks and coarse fragments can have too much pore space, which allows water to flow through the soil very quickly. Roots have difficulty anchoring, and there is no habitat for soil microorganisms. Another important property is water infiltration capacity. If the soil surface is too crusted, water will pond or run off the surface. This increases the potential for the soil to be droughty.
e.        Nutrient Deficiencies/Low Soil Fertility

Striking the appropriate balance in metal concentrations is essential, since many of these metals also are toxic in high concentrations. Deficiencies in phosphorus (P) and nitrogen (N) limit growth. It is important to maintain sufficient available or labile N, P and K for the species of interest based on local (state) soil testing laboratory guidance. Deficiencies in Zn, Cu, manganese (Mn), and other metals that are necessary micronutrients also can lower soil fertility. In addition, proper ratios of Ca to Mg and carbon (C) to N are necessary for plant growth. As a rule-of-thumb, the C:N ratio is 15-40:1; the ideal Ca:Mg ratio is no greater than 20 : 1. Higher C:N ratios will lead to immobilization of N. Soil microbes will scavenge for nitrogen and limit its availability for plants. In the case of lower C:N ratios, N will be in excess. This can lead to N leaching through the soil. While a wider range for acceptable C:N ratios is shown above, an optimal range would be 20-30:1. Refer to Soil Fertility and Fertilizers by Havlin and Tisdale for more details.

f.          Interactions

Contaminants can be, and generally are, co-occurring. For example, Pb and Zn commonly occur together in sulfide ores, and there may be significant As and Se in the material as well.
When two or more contaminants are present, the more protective solution should be applied. For example, Cd is almost always present at Zn-contaminated sites. Solutions to elevated Zn include raising soil pH. Adding sufficient P fertilizer also will reduce the bioavailability of Cd. Sometimes two solutions may be antagonistic or contradictory. In such cases, one should proceed based on the primary driver for ecosystem health. A good example would be a site that is co-contaminated with Pb and As. If the site were contaminated by Pb alone, addition of high rates of P would reduce Pb bioavailability. However, where As is a co-contaminant, adding high rates of P may increase As solubility. Here, if Pb is the primary driver and As concentrations are relatively low in comparison, P addition should be the preferred solution. When both Pb and As concentrations are high and both contaminants are risk drivers, an alternative solution, such as addition of a high-surface-area iron (Fe) oxide, such as ferrihydrite or high Fe biosolids compost, which is effective for both contaminants, would be the preferred alternative.

PENANGANAN PERMASALAHAN LAHAN PASCA TAMBANG DENGAN SOIL AMENDMENT (PERBAIKAN KONDISI TANAH)

Hal yang terpenting berkaitan dengan kondisi biofisik adalah informasi tentang kondisi tanah dimana tanah merupakan media tumbuh tanaman yang akan menentukan tanaman dapat hidup atau tidak. Akar merupakan organ tanaman yang penting untuk tanaman dapat hidup karena akar merupakan organ vital yang berperan dalam penyerapan unsur-unsur hara dan air untuk produksi makanan yang diperlukan tanaman untuk hidup. Agar akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, mempunyai kemampuan dengan cepat untuk menembus lubang tanam sehingga tanaman dapat substain dibutuhkan kondisi tanah yang mampu mendukung/sesuai untuk pertumbuhan tanaman (tidak adanya problem dan kendala yang menghambat pertumbuhan tanaman), yaitu : kondusif bagi perkaran, tidak kompak, tidak tergenang, tidak ada kompetisi, ketersediaan unsur hara harus ada, harus cukup dan tersedia, harus seimbang dan kontinyu.
Perbaikan kondisi tanah (soil amendment) dilakukan apabila hasil analisa sample tanah yang telah dilakukan menunjukkan adanya problem atau kendala atau constraint-constraint yang menghambat pertumbuhan tanaman. Beberapa problem atau kendala kondisi tanah yang sering dijumpai, khususnya pada lahan bekas tambang diantaranya :
1.         Sifat Fisik Tanah
Problem lahan tambang yang terkait dengan kondisi sifat fisik tanah diantaranya adalah tekstur, porositas rendah, tanahnya kompak, kedap air, kelembaban tanah rendah, nilai Hidrolik Conductivity yang rendah dan temperature permukaan tanah yang tinggi.
2.         Sifat Biologi Tanah
Berkaitan dengan kondisi biologi tanah yang menjadi problem pada lahan bekas tambang diantaranya adalah kandungan karbon kurang serta populasi dan akivitas mikroba potensial yang rendah.
3.         Sifat Kimia Tanah
Problem sifat kimia tanah adalah terkait dengan ketersediaan unsure hara yang rendah (miskin hara), tidak seimbang dan tidak kontinyu. Selain itu dijumpai juga pH yang rendah, KTK rendah (<16), tingginya kandungan logam berat seperti: Cu, Al, Zn dan Fe sehingga bersifat toxic, mis : kandungan Al > 3 me (60%).
Dengan diketahuinya kendala/constraint-constraint pertumbuhan tersebut diatas maka langkah selanjutnya dapat ditentukan tindakan perbaikan kondisi tanah (soil amendment) yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan secara spesifik sesuai dengan constraintnya pada lahan-lahan yang telah diblocking, tindakan ini juga dapat menghemat biaya perbaikan kondisi tanah.
Menurut Setiadi (2011: Kuliah Fitoremediasi), beberapa tindakan perbaikan kondisi tanah (soil amendment) yang dapat dilakukan diantaranya adalah :

1)      Apabila tanah kompak maka perlu dilakukan ripping (penggemburan) sehingga tanah menjadi remah, atau juga dapat dengan menambahkan Terabric. Tindakan ini diperlukan untuk menyediakan suatu kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan akar, selain itu juga untuk meningkatkan Hidrolik Conductivity tanah sehingga semakin banyak air yang terserap dan masuk kedalam tanah dan dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan air.
2)      Adanya genangan akan menghambat pertumbuhan tanaman, akar tanaman menjadi busuk dan mati sehingga diperlukan pembuatan drainage sehingga tanaman tidak tergenang
3)      Adanya kompetisi juga menghambat tanaman untuk tumbuh untuk itu kompetisi perlu dihilangkan dengan melakukan pembersihan gulma atau menggunakan teknik mulsa.
4)      Apabila dijumpai kekurangan unsure hara (miskin hara) maka dapat dilakukan penambahan unsure hara dengan melakukan pemupukan, tindakan pemupukan saja tidak menyelesaikan permasalahan ini, karena sebagian besar pupuk dalam kondisi yang tidak dapat langsung diserap oleh tanaman sehingga dibutuhkan mikroorganisme yang dapat membantu proses ini. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan bio-enzim atau bio-remedy yang mampu mengaktifkan mikroba potensial sehingga dapat berkembang banyak. Selain itu dapat juga digunakan aplikasi pemberian terabuster yaitu sebuah produk yang didalamnya terdapat 13 unsur hara dalam bentuk ion yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga dapat langsung diserap oleh tanaman
5)      Pemberian pupuk akan sia-sia apabila dijumpai KTK yang rendah (<16) karena pupuk akan tercuci, apabila dijumpai hal ini dapat dilakukan dengan pemberian humic acid atau teraglue yang mampu meningkatkan KTK dan meningkatkan pengikatan air sehingga pupuk tidak akan tercuci.
6)      Apabila dijumpai unsur hara yang tidak seimbang misal ca<mg yang seharusnya rasio ca:mg=5:3 maka diperlukan suatu tindakan untuk meningkatkan penyerapan ca, karena apabila hal ini tidak dilakukan akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena terhambatnya pembelahan sel di ujung apical yang diperankan oleh ca.
7)      Keberadaan unsure hara dalam media tanam (tanah) tidak hanya seimbang dan tersedia sesaat tetapi harus kontinyu untuk itu diperlukan jasa mikroba yang mampu menghasilkan enzim, dengan bantuan jasa enzimatik mikroba ini maka unsure-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk ion akan tersedia secara kontinyu.
8)      Perlakuan lain yang berkaitan dengan akar adalah pengaktifan akar dengan mikoriza atau bio-organic (kompos aktif ; kotoran sapi) sehingga akar mempunyai kemampuan dengan cepat untuk menembus lubang tanam sehingga tanaman dapat substain. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan pemberian tanah pucuk (top soil) yang banyak mengandung mikroorganisme potensial untuk merangsang system perakaran.
9)      Hal lain yang perlu diketahui adalah, di beberapa negara telah dikembangkan teknologi peremajaan akar, yaitu akar-akar lateral ujungnya dipotong sehingga diharapkan munculnnya tunas-tunas akar baru. Tindakan ini biasanya dilakukan pada saat tanaman tumbuhnya stagnan (Setiadi, 2011 : Kuliah Fitoremediasi).

Sebagian besar dari upaya penanganan problem-problem tanah sangat terkait dengan rendahnya pH tanah, penambahan bahan organic, dan lain-lain sebagaimana tercantum pada Tabel 1 di atas.    Lebih lanjut EPA (2007) memberikan informasi tentang tipe-tipe areal terkontaminasi berdasarkan kegiatan pertambangan yang dilakukan (Lampiran 1) dan daftar soil amendments yang dapat diterapkan dalam rangka mengatasi problem tanah pada lahan bekas tambang (Lampiran 2.)

TINJAUAN KASUSPENELITIAN PENANGANAN LAHAN PASCA TAMBANG

1.         Zhenli He  et al. (2010) melakukan penelitian mengenai “Soil amendment to remediate copper contaminated soils”.
Copper contamination to agricultural soils has been accelerated due to its wide and repeated use in agriculture and horticulture as fertilizers or fungicides to protect vines, citrus trees, and other fruit crops against fungus diseases. Laboratory incubation and field survey were conducted to understand the mechanisms of Cu inactivation by Ca-water plant residuals (Ca-WTRs containing mainly CaCO3 and minor CaO) and to estimate the optimal rate of Ca-WTRs for remediation of Cu-contaminated soils. The results indicate that Ca-WTRs can effectively raise soil pH and convert water soluble and exchangeable Cu to more stable oxides-bound and residual Cu fractions in the soils. A pH value of 6.5 was found to divide the high (pH<6.5) and low (pH>6.5) availability of Cu in the soils.

2.         Setiadi (2008) meneliti teknologi reklamasi, revegetasi dan pemanfaatan lahan pasca tambang panas bumi di PT. Chevron Geothermal Salak Ltd. 
Penelitian dilakukan dengan kegiatan mereklamasi lahan pasca tambang panas bumi dengan teknik hidroseeding dan merevegetasi lahan pasca tambang dengan tanaman lokal (native species) yang produktif dan bernilai jual tinggi. Penelitian akan dilakukan selama 3 tahun. Kegiatan tahun pertama adalah reklamasi lahan pasca tambang panas bumi dengan teknologi hidroseeding. Teknologi hidroseeding yang digunakan merupakan hasil uji coba penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan mikroba tanah potensial yaitu Fungi Mikoriza Arbuskula, Azospirillum sp., Rhizobium sp., dan Bakteri Pelarut Fosfat yang merupakan hasil pengembangan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB dan telah terbukti efektif dalam mengatasi masalah di lahan-lahan marjinal. Kegiatan tahun kedua adalah domestikasi spesies lokal yang ada di lokasi tambang panas bumi,sehingga dapat dipilih jenis lokal yang produktif dan bernilai jual tinggi. Spesies lokal hasil seleksi akan ditanam di tahun ketiga pada lahan pasca tambang panas bumi PT.Chevron Geothermal Salak Ltd yang telah direklamasi. Mikroba tanah potensial, yaitu Fungi Mikoriza Arbuskula, Azospirillum sp., Rhizobium sp., dan Bakteri Pelarut Fosfat, akan diberikan untuk membantu pertumbuhan tanaman di lahan pasca tambang panas bumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan mikroorganisme potensial tanah yaitu Fungi Mikoria Arbuskula (FMA), Mikroorganisme Pelarut Phosfat (MPP) dan Mikroorganisme Penambat Nitrogen (MPN) memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.  Reklamasi lahan dengan menggunakan teknologi hidroseeding dapat dilakukan pada lahan-lahan dengan topografi yang miring sampai dengan yang sangat curam.  Revegetasi dengan teknologi hidroseeding akan memberikan keamanan dalam pelaksanaan reklamasi lahan. Penggunaan mikroorganisme potensial tanah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kegiatan revegetasi pada lahan pasca tambang gas alam di PT. Chevron Geothermal Gunung Salak Tbk.

3.         Nurtjahya (2008) melakukan penelitian tentang revegetasi pada lahan pasca tambang timah di Pulau Bangka.

Penelitian kuantitatif telah dilakukan di hutan dataran rendah, bekas perladangan, dan lahan pasca tambang timah masing-masing berumur 0, 7, 11, dan 38 tahun, yang hasilnya bermanfaat bagi penentuan strategi reklamasi lahan pasca tambang timah. Aktivitas penambangan timah meningkatkan komponen pasir dan menurunkan komponen debu dan liat, menurunkan konsentrasi hara, KTK, dan meningkatkan rasio C/N. Populasi mikrob pelarut fosfat semakin meningkat dengan semakin barunya tambang ditinggalkan, sementara jumlah spora fungi mikoriza arbuskula, yang didominasi oleh Glomus, menunjukkan hal sebaliknya.
Parameter yang diukur adalah sifat-sifat fisika dan kimia tanah pada akhir penelitian, temperatur tanah dan kelembaban tanah baik di luar dan di dalam sabut kelapa diukur pada sembilan dan dua belas bulan setelah tanam atau akhir penelitian, survival (ketahanan hidup) dan diameter tajuk tiap individu diukur pada tiga, enam, sembilan, dan dua belas bulan setelah tanam, ditimbang produksi serasah setiap petak pada akhir penelitian, dihitung densitas semut dan Collembola pada tiga, enam, sembilan, dan dua belas bulan setelah tanam, diukur panjang akar horizontal dari 20 % contoh pada akhir penelitian, dianalisa jaringan daun C. inophyllum untuk N, P, K, Ca, Mg, Na, S, Fe, Al, Pb, dan Sn pada akhir penelitian, dan dicatat jumlah jenis tanaman yang menginvasi setiap petak pada akhir penelitian. Analysis of variance (p<0.05) dilakukan dengan one-way ANOVA dan uji Duncan Multiple Range Test dilakukan jika terdapat interaksi. Nilai F dan level signifikan dianalisa paket statistik SAS 9.1. Terdapat interaksi nyata antara kerapatan tanam dan perlakuan tanah terhadap total survival dan luas tajuk. Densitas tertinggi dengan LCC menunjukkan survival tertinggi (73-79 %), luas tajuk tertinggi (13.5-21.8 %) dan produksi serasah tertinggi (460 kg ha-1 tahun-1). Perlakuan legume cover crops (LCC) dan / atau top soil lebih mendukung rekolonisasi alami dibandingkan perlakuan tanah yang lain.
Perbaikan habitat ditunjukkan oleh perubahan sifat fisika dan kimia tailing di sekitar lubang tanam, dinamika populasi semut dan Collembola, rekolonisasi, serta peningkatan jumlah jenis dan jumlah jenis hewan yang mengunjungi lokasi penelitian dari waktu ke waktu. Potongan sabut kelapa yang disusun di bagian pangkal tanaman menurunkan temperatur tanah sekurang-kurangnya 3.3 oC, dan meningkatkan kelembaban 10.4 %. Populasi Collembola kiranya dapat diteliti lebih lanjut sebagai indikator keberhasilan revegetasi.

PENUTUP
…….. MANGGA KANG DITERASKEUN …. SIKAAAAT….


PUSTAKA
Environtmental Protection Agency.  2007.  The Use of Soil Amendments for Remediation, Revitalization and Reuse.  Solid Waste and Emergency Response (5203P), EPA.  USA.

Zhenli HeA, Jinghua Fan A, Xiaoe YangA,B and Peter J. StoffellaB.  2010.  Soil amendment to remediate copper contaminated soils. 2010 19th World Congress of Soil Science, Soil Solutions for a Changing World, 1 – 6 August 2010, Brisbane, Australia.

Widiyanto, S.Woro, Sriyono, Jamulya, MA Marfa’i.  2001.  Penyusunan Pedoman Teknik Reklamasi dan Pembuatan Model Reklamasi Lahan Bekas Penambangan di Lintas Batas.  Prosiding seminar hasil-hasil penelitian Fakultas Geografi UGM.  Yogyakarta.

Nurtjahya, E.  2008.  Revegetasi Lahan Pasca Tambang Timah Dengan Beragam Jenis Pohon Lokal Di Pulau Bangka.  Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB.  Bogor.

Setiadi, Y.  2006.  Teknik Revegetasi untuk Merehabilitasi Lahan Pasca Tambang.  Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, 11 Feb 2006 .  Yogyakarta.

Yadi Setiadi,  2008.  Teknologi reklamasi, revegetasi dan pemanfaatan lahan pasca tambang panas bumi di PT. Chevron Geothermal Salak Ltd. http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=134894&lokasi=lokal