secangkir kopi panas

selamat datang dan bergabung dengan blog saya, semoga memberi manfaat keilmuan dan meningkatkan ukhuwah islamiah

Selasa, 25 Januari 2011

Mengenal Tegangan Pertumbuhan pada Pohon


A Review by Ichsan Suwandhi: “Wood Quality and Its Biological Basis”
GROWTH STRESSES (TEGANGAN PERTUMBUHAN)
Bernard Thibaut & Joseph Gril

Batasan dan Pengertian
Growth stress atau tegangan pertumbuhan merupakan suatu bentuk respon mekanis pohon untuk menyeimbangkan  porsi batang atau cabang dari tekanan faktor dalam maupun faktor luar terutama terpaan angin agar batang tetap tegak sehingga mengakibatkan tegangan.
Growth stress berasal dari strain pematangan yang diinduksi di lapisan kambial selama proses diferensiasi dan pematangan sel-sel baru pada batang. Untuk memprediksi besarnya tegangan (stress) di dalam batang, harus dilakukan dengan alat yang dapat ditusukkan ke dalam batang memotong garis riap pada titik-titik tumbuh batang.
Pada dasarnya Growth stress merupakan gabungan dari tegangan yang terjadi berupa support stress dan maturation stressSupport stress adalah respon batang terhadap gaya-gaya gravitasi.  Selama pertumbuhan terjadi peningkatan/perubahan berat/massa dan bentuk geometri, hal ini menyebabkan secara transversal batang bagian dalam semakin besar mendapat tekanan.  Maturation stress merupakan tegangan yang terjadi akibat semakin menebalnya dinding sel serat atau tracheida dan semakin keras.  secara umum dapat dinyatakan bahwa stressing terjadi baik secara horizontal maupun vertikal, meliputi bagian dalam dan bagian luar.  Secara keseluruhan tegangan ini mempengaruhi kayu yang dihasilkan.

Manfaat “Growth Stress”
Salah satu keuntungan Growth Stress pada batang pohon adalah dapat diketahui dan dimanipulasi tingkat fleksibilitas suatu batang terhadap tekanan sampai pada tingkat tertentu.  Keuntungan atau manfaat yang paling utama adalah untuk mengendalikan bentuk dan orientasi batang dalam rangka mencari tegangan yang masih sesuai dengan produksi kayu yang diinginkan, hal ini dilakukan mengingat mekanisme tegangan akan selalu terjadi pada setiap individu pohon.

Mengukur “Growth Stress”
Growth stress dapat diukur/ dihitung, metode yang umum digunakan adalah membuat variasi potongan-potongan batang (sawing,drilling).  Beberapa metode pengukuran yang umum dilakukan antara lain : In-situ peripheral measurement dan measurement of residual stress in log.

Konsekuensi “Growth Stress” terhadap Kualitas Kayu
Growth stress secara langsung akan menurunkan kualitas kayu, hal yangb penting harus dilakukan adalah bagaimana memeinimalkan terjadinya growth stress yang tinggi atau membuat treatment-treatment yang mendukung growth stress masih dapat ditolerir untuk standar kualitas kayu tertentu sesuai tujuan penggunaannya.
Bentuk-bentuk konsekuensi yang sering dijumpai akibat growth stress adalah :
-       Log end cracks, yaitu pecah pada bagian ujung batang menjadi beberapa bagian setelah dilakukan pemotongan batang
-       Lumber distorsion, yaitu terjadinya keretakan-keretakan pada batang baik secara horizontal maupun vertical
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsekuensi tersebut antara lain melalui tindakan silvikultur pada saat pohon masih berdiri pada tegakan, contoh yang umum dilakukan adalah melalui teknik peneresan untuk mengurangi pecah batang, atau melakukan pengaturan jarak tanam.  Tindakan lainnya adalah pada saat melakukan penebangan dilakukan dengan teknik-teknik tertentu untuk mengurangi resiko pecah atau retak batang, serta segera melakukan tindakan penahan dengan besi “S” pada penampang ujung batang setelah dipotong.

HIERARCHICAL STRUCTURE OF THE SYSTEM AND BIODIVERSITY CONSERVATION (a book review)

Review Bagian Buku : Principles & Methods of Landscape Ecology; karangan Almo Farina (2009)
Oleh : ICHSAN SUWANDHI

Secara actual, strategi-strategi konservasi telah beralih dari spesies yang statis atau kebijakan yang berorientasi pada habitat ke pendekatan yang lebih dinamis dan realistis, yaitu pendekatan hirarki untuk mengetahui system-sistem alam dengan menggabungkan tujuan konservasi yang ingin dicapai berdasarkan perbedaan komposisi bagian-bagian dari system, dengan mengasumsikan perbedaan peralihan dinamika dari yang terkecil (faster dynamic) sampai terbesar (low dynamic).
Tujuan dari pendekatan ini adalah perlindungan terhadap “total biodiversity” pada suatu tingkatan lanskap dari organisasi ekologi dan membedakan kebiajakan sesuai dengan skala hirarki yang dipilih.  Dalam kasus ini sangat penting untuk memahami kapasitas autopoietic dari system alam.  Pada setiap tingkatan, system-sistem memiliki kapasitas untuk membuat kemampuannya tetap lestari menciptakan respon-respon homeostatic dan homeorhetic untuk merubah keadaan system.  Perubahan terhadap kapasitas ini akan membentuk adaptasi suatu system.
Keanekaragaman biologi dan ekologi harus mempertimbangkan bentuk-bentuk dinamika proses-proses kesehatan, kemudian digunakan untuk memelihara elemen-elemen suatu system.  Dalam perspektif ini, ekonomi dan diversity harus berada pada satu titik temu.  Dalam kenyataannya, dunia didominasi oleh manusia, sehingga harus ditemukan mekanisme untuk menjaga diversity, menyiapkan kebijakan strategis dan perlakuan terhadap gangguan alam (Gambar 7.10).
Krisis social ekonomi pada waktu dan tempat yang berbeda akan selalu diikuti oleh divergence oleh proses-proses ekologi suatu system.  Kita dapat belajar dari Everglades, system ini telah dikelola dalam cara-cara yang berbeda sesuai dengan perbedaan krisis yang terjadi (Gambar 7.11).  The inclusion of the spatial dimension in ecological conservation means taking into account variables often neglected, and the spatial effects that can have consequences over time. 
Contoh kasus dari hipotesis yang dijelaskan oleh Tilman et al (1994) pada perilaku kepunahan spesies selama perusakan habitat, juga bertambahnya habitat yang terfragmentasi, meningkatnya jumlah kepunahan seiring bertambahnya kerusakan (Gambar 7.12)

Gambar 7.10.  model pendugaan pengaruh-pengaruh sebaran spasial lanskap bagi    daya survival populasi
Gambar 7.11.  Proses perkembangan antara krisis lingkungan dan kebijakan pengelolaan pada Everglades dari 1980 – sekarang
Gambar 7.12.  Peningkatan kepunahan di dalam habitat yang telah mengalami kerusakan
APPLICATION OF THE “FULL” VERSUS “EMPTY” WORLD HYPOTHESIS
TO LANDSCAPE MANAGEMENT
Masa depan dari kebanyakan lanskap sangat tergantung pada pemandangan.  In order to maintain strict and everyday contact with the natural processes, ini penting untuk mengganti ide-ide tentang alam dan pembangunan oleh manusia.
“Full” hipotesis dalam hubungannya antara dinamika alam dan manusia secara tegas saling terhubung dalam penggunaan ulang dan berbagai penggunaan sumberdaya.  Beisman (1997) merekomendasikan pertanian yang berpadu dengan alam, sebagai contoh pendekatan adalah melakukan system pertanian yang tidak terlalu intensif didukung secara separatif pada bagian tertentu untuk konservasi alam  dan mengandung komponen-komponen cultural lanskap.

SPATIALLY EXPLICIT MODELING APPROACH APPLIED TO ANIMAL DYNAMICS
Model-model yang pernah digunakan dengan pendekatan karakter-karakter “spatially explicit” melalui program simulasi computer telah memberikan pandangan baru untuk manajemen lahan. Contoh  fakta adalah model-model yang dapat mensimulasi setiap kondisi yang memungkinkan suatu spesies memiliki pengalaman untuk memelihara fungsi-fungsi kehidupan.  Beberapa model juga dapat memprediksi scenario ke depan untuk mengendalikan masuknya spesies seperti terjadi di Italia oleh spesies Sciurus caroliensis dari Amerika Utara.
Model-model ekologi untuk perencanaan lanskap sering digunakan pada area-area yang bermasalah seperti terjadi pada DAS Mediteranian.  Sebaran lanskap telah digunakan sebagai penduga habitat burung-burung pemakan serangga/ulat di pegunungan Uinta Utha USA (Lawler dan Edwards 2002).  Kesimpulan yang sama juga dihasilkan oleh Estades (2001), pemodelan ukuran patch untuk habitat perkawinan dan kualitas matriks.  Dari simulasi tersebut diperoleh gambaran bahwa patch-patch yang lebih besar mendukung lebih tinggi tingkat kepadatan breedernya.  Tetapi setelah meningkatnya ketersediaan makanan di sekitar matriks, efek tersebut menjadi berkurang.  Scenario terbaik ditunjukkan oleh area-area yang “foraging” di sekitar patch yang besar tersebut.  Hal ini sangat penting untuk konservasi spesies ketika patch-patch tidak dapat diimprove misalnya hutan-hutan tua.  Penyediaan tapak-tapak terpelihara  seperti terjadi pada kegiatan reforestasi di sekitar hutan tua yang terfragmentasi, dapat meningkatkan ketersediaan makanan bagi spesies-spesies yang ada.  Kasus semacam ini juga dapat diterapkan pada hutan-hutan sekunder yang mengelilingi hutan-hutan tua untuk mendukung perkawinan spesies.

THE LANDSCAPE SPECIES APPROACH
Coppolilo et al. (2004) telah berhasil melakukan pendekatan untuk menyeleksi focal species yang dapat beradaptasi untuk mendeskripsi bentuk-bentuk lanskap  berdasarkan parameter : area requirement, heterogeneity, ecological function, vulnerability and socioeconomic relevance (Gambar 7.13).
Gambar 7.13. Pengenalan data ke dalam model untuk menyeleksi 5 kriteria untuk calon spesies lanskap
Sanderson et al. (2002) mendefinisikan suatu spesies lanskap melalui penggunaan mereka terhadap besarnya, area-area keaneragaman secara ekologi, dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi dari ekosistem alam.  Kemampuan mereka dalam luasan dan waktu membuat penyebarannya dapat diterima oleh manusia dan penggunaan lanskap liar.  Metode ini merupakan kombinasi yang kompromistis antara pendekatan spesies dan pendekatan lanskap manusia.
Pendekatan tersebut tidak berlaku untuk semua spesies pada breeding area dan lanskap, tetap diperlukan strategi untuk melindungi populasi.  Pendekatan ini terbukti untuk populasi kodok, tidak hanya berlaku untuk mengkonservasi populasi kodok, tetapi juga sekitar lanskap untuk pertahanan dan kolonisasi.
URBAN LANDSCAPE: GREENWAYS AND SAFETY
Jalur hijau (greenways) telah terbukti meningkatkan keanekaragaman hayati dan manfaat rekreasi di lahan-lahan perkotaan.  Secara umum, jalur hijau merupakan hasil dari kebijakan aktif untuk mendukung usaha jasa ekosistem di area perkotaan. 
Manfaat-manfaat ekologi dari keberadaan jalur hijau perlu diperhatikan dan diukur untuk dimasukkan dalam lanskap perkotaan untuk mengatasi beberapa permasalahan lingkungan perkotaan.  Jalur hijau dapat bermasalah bagi keselamatan wanita, orang-orang tua dan anak-anak, jadi perlu suatu bentuk jalur hijau yang member kesan aman dalam merencanakan pengembangan jalur hijau.  Criteria-kriteria perlu ditekankan mencakup segi-segi kelayakan bagi manusia, pemilihan jenis dan pengendaliannya, ancaman lingkungan, dan solitude without isolation.  Prinsip-prinsip ini dapat diwujudkan sesuai dengan standar-standar yang dipilih pada tingkat nasional untuk menciptakan tempat yang sehat dan orang-orang merasa nyaman di dalamnya.