secangkir kopi panas

selamat datang dan bergabung dengan blog saya, semoga memberi manfaat keilmuan dan meningkatkan ukhuwah islamiah

Rabu, 06 April 2011

Disturbance Dynamics (Dinamika Gangguan Hutan)


REVIEW ARTIKEL :
Oleh : Ichsan Suwandhi/E 461100021

DISTURBANCE DYNAMICS OF FORESTED ECOSYSTEMS
John A. Stanturf[1]


RINGKASAN
Disturbance atau disebut dengan istilah gangguan/tekanan, pada dasarnya merupakan bagian dari dinamika ekosistem hutan tropika baik yang bersifat tekanan alami maupun tekanan manusia.  Dalam konteks ini degradasi berbeda dengan disturban, dinamika disturbansi cenderung selalu terjadi di dalam suatu eosistem hutan yang berdampak terhadap perubahan struktur, komposisi dan proses-proses ekologi yang berlangsung, tetapi perubahan itu direspon oleh hutan melalui kemampuan untuk memulihkan diri (resiliensi).  Disturbansi dapat menjadi degradasi apabila  mekanisme resiliensi alami tidak mampu lagi mengatasi tekanan atau gangguan, dengan kata lain gangguan yang timbul telah melebihi kemampuan hutan untuk memulihkan dirinya.
Secara alami hutan memiliki kemampuan memulihkan diri akibat adanya tekanan atau gangguan, dengan kemampuan ini hutan selalu dapat menyusun kembali struktur dan komposisi jenis-jenisnya agar proses-proses ekologi dapat berjalan dengan normal.  Paradigma baru pengelolaan hutan saat ini dan masa datang adalah memadukan dinamika disturbansi ke dalam pengelolaan hutan.  Pemahaman mengenai dinamika disturbansi pada setiap tipe ekosistem hutan akan sangat penting dalam menentukan system pengelolaan hutan yang harus diterapkan

THE IMPORTANCE OF DISTURBANCE DYNAMICS
Paradigma pengelolaan hutan saat ini adalah mengelola secara lestari tidak hanya sekedar kelestarian hasil, tetapi meliputi kekayaan untuk seluruh generasi, nilai-nilai budaya yang didalamnya mencakup keanekaragaman hayati dan produktivitas jangka panjang. Selama hutan tumbuh dan berkembang akan selalu diiringi dengan disturban/gangguan baik secara alami maupun yang disebabkan oleh aktivitas manusia (Stanturf, 2003). 
Disturban ini secara langsung akan berpengaruh terhadap struktur hutan, komposisi jenis dan proses-proses ekologi, yang lebih lanjut berdampak terhadap produktivitas, keanekaragaman hayati dan provisi produk dan jasa lingkungan. Namun demikian, hutan atau ekosistem alami lainnya pada dasarnya memiliki cara-cara yang berbeda dalam merespon disturban.  Berbagai pengalaman penelitian membuktikan  bahwa disturban merupakan campuran dari berbagai faktor penyebab yang akhirnya memperngaruhi kondisi struktur komposisi dan proses ekologi dalam ekosistem hutan.  Kesalahan pengelolaan sebelumnya lebih menekankan pada upaya-upaya memperbaiki kerusakan oleh satu penyebab utama, misalnya kerusakan akibat letusan gunung berapi, kebakaran liar dan sebagainya tanpa memahami karakteristik gangguan secara keseluruhan.   Sebagai contoh nyata adalah perubahan iklim, berdampak pada fluktuasi suhu yang tidak menentu, kekeringan, menurunnya kualitas tapak, yang semuanya menjadi bentuk-bentuk gangguan yang secara kompleks merubah struktur dan fungsi ekosistem hutan. Recovery atau intervensi yang dilakukan pengelola umumnya menjadi tidak efektif dan kerusakan hutan dapat menjadi lebih besar di kemudian hari, kecuali intervensi tersebut dilakukan dengan memahami betul-betul dinamika disturban atau gangguan terhadap hutan.

DISTURBAN DYNAMICS OF FOREST ECOSYSTEM
Paradigma lama (klasik) mendefinisikan disturban adalah suatu kejadian yang mendadak mengganggu atau merusak ekosistem, komunitas atau struktur populasi dan merubah sumberdaya, ketersediaan substrat atau lingkungan fisik.  Beberapa literature cenderung membingungkan dalam membedakan agen penyebab gangguan dengan gangguan lebih lanjut yang disebabkan oleh agen.
Berdasarkan perkembangan riset-riset saat ini telah membagi agen-agen penyebab disturban menjadi “small frequent disturbance” (SFD) untuk gangguan-gangguan yang rutin tetapi dengan skala kecil, dan “large infrequent disturbance” (LID) yang merupakan gangguan dengan skala besar yang sekali-sekali dapat terjadi, contohnya kebakaran liar, angin topan dan banjir.  Masing-masing hutan di suatu wilayah dengan tipe tertentu memiliki respon yang bervariasi terhadap SFD maupun LID dalam hal ketahanan, inetnsitas dan lama waktu yang diperlukan untuk memulihkan diri.
Suatu contoh disturban baru yaitu tingginya pencemaran udara oleh emisi akibat kebakaran; besarnya intensitas perubahan meteorologis akibat badai hurricane; menumpuknya bahan bakar akibat sisa pembakaran oleh api pada kebakaran bawah, permukaan dan tajuk.  Semua disturban ini tentunya memiliki dampak yang sangat serius terhadap ekosistem hutan.
Dinamika disturban dapat diketahui melalui tiga faktor berdasarkan penyebabnya, yaitu disturban abiotik, disturban geologis dan disturban biotik, yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :
-          Disturban abiotik : sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor iklim, antara lain : badai topan (downbuster, tornadoes, hurricane dan typhoon); badai salju; drought; dan kebakaran.  Contoh hasil-hasil studi tentang disturban abiotik yang telah dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
o    Windstorms, including downbursts and tornadoes (Peterson, 2000), and their effects are well-studied and often incorporated into forest management prescriptions.
o    Hurricanes and typhoons have been similarly studied, although to a lesser extent due to their lesser frequency (Boose et al., 1994).
o    Ice storms can have devastating effects on forests, although the affected area may be small relative to other infrequent events such as hurricanes (Smith, 2000).
o    Climatic events such as drought may be diffuse, lasting several years to a decade or more. Drought is usually a recurring stress, such as late summer drought in forests that depend on moisture stored in the soil from winter precipitation. Periodic acute droughts predispose individual larger trees to insects and disease but may kill smaller trees. Climate change scenarios posit that forests in some areas that are not well adapted to drought conditions will be impacted by higher temperatures, lower or more variable rainfall, or both (Dale et al., 2001).

Faktor-faktor klimatis dan cuaca yang sangat mendukung terjadinya disturban terhadap ekosistem hutan (penurunan produktivitas dan komposisi sepesies) antara lain: intensitas cahaya, curah hujan, kelembaban relative, suhu dan kecepatan angin.

-          Disturban geologis : mencakup kejadian-kejadian yang melibatkan aktivitas geologis seperti letusan gunung berapi, banjir, dan hilangnya massa hutan berupa landslide, longsoran bongkahan salju, hilangnya biomassa lantai hutan, dan erosi tanah, serta deposisi.  Hutan-hutan pantai misalnya, merupakan subjek disturban dari proses-proses alami pantai seperti abrasi/subsidensi, berpindahnya bukit pasir, dan mass wasting.  Hutan-hutan riparian memiliki dinamika lingkungan yang tinggi, seperti banjir besar, innudasi, perubahan geomorfologi seperti pelebaran dan pendangkalan, sampai berubahnya ekosistem danau.
-          Disturban biotik : penyebab (agen) disturban biotik atau biologis antara lain adalah serangga hama dan penyakit, tumbuh-tumbuhan invasif, dan mamalia herbivor.  Pada dasarnya secara ekologis agen-agen ini tidak dapat disebut sebagai agen disturban, tetapi secara praktis akan menjadi disturban pada saat mereka menyebabkan perubahan yang ekstrim terhadap ekosistem, sedangkan mamalia herbivor menjadi disturban apabila ada peran dari aktivitas manusia misalnya kegiatan penggembalaan atau perburuan. 
Disturban sebagai agen penyebab memiliki dimensi temporal dan spasial yang dapat diketahui dengan melihat tiga aspek, yaitu :
1)      Intensitas, yaitu tingkat kekuatan siturban (besar atau kecil).
2)      Skala, terkait dengan luasan area yang terkena dampak atau seberapa besar areal terbuka akibat suatu agen disturban tertentu (luas atau sempit).
3)      Frekuensi, menayatakan jumlah kejadian disturban dalam suatu unit waktu (berapa kali dalam sebulan, setahun, dsb)
Disturban-disturban dalam suatu ekosistem hutan umumnya mengakibatkan terbentukanya ruang-ruang (patches) menjadi terbuka, dalam konteks ekologi sering disebut dengan gap terutama disebabkan oleh tumbangnya pohon besar sehingga terbentuk celah yang menerima cahaya matahari langsung, kondisi demikian biasanya langsung direspon oleh hutan untuk mengisi ruang-ruang kosong ini dengan regenerasi.  Kondisi inilah yang sering digunakan untuk menentukan regime-regime yang sesuai dengan tipe disturban yang terjadi, yaitu sampai pada tingkat kemampuan mana patch-patch dapat kembali tertutup.  Hal tersebut dipertegas oleh Pickett and White (1985) dan Oliver & O’Hara (2004), the dynamics of the created patches have also been studied, although not as extensively as patch creation. Factors contributing to patch dynamics include disturbance regime, whether and how quickly patches expand or close, and the landscape context of patches (relationship one to another and to the undisturbed matrix, flows of organisms, materials, and energy among patches). The fate of disturbed patches in forested ecosystems is best understood in terms of stand dynamics, as long as the patches are large enough that most trees beginning growth within the patch are not competing with surrounding trees.

MENEMPATKAN DISTURBAN SEBAGAI BAGIAN DARI PENGELOLAAN HUTAN
Disturban pada umumnya jarang sekali dapat dihindari, walaupaun dampak-dampaknya dapat dihindari atau dikurangi dengan menggunakan manajemen yang efektif.  Suatu strategi pengelolaan yang adaptif terhadap disturban, perlu menggunakan 4 konsep manajemen sebagai berikut (Dale et al., 1998; Beatty and Owen, 2004):
1)  manage the initial conditions of the system, prior to disturbance, yaitu mengelola kondisi-kondisi awal suatu system yang diprioritaskan terhadap disturban, maka dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi tipe-tipe disturban secara detail, mencakup prediksi intensitas, skala dan frekuensinya, sehingga dapat dilakukan antisipasi pengelolaan yang tepat dengan treatmen-treatmen yang efektif. The greatest value will come from managing the system before the event and conditioning it to avoid threshold events. Most of our experience, particularly with large infrequent disturbances, is in managing (or frequently mismanaging) the recovery (Stanturf, 2004).
2)  manage the disturbance event;  yaitu memanage suatu sistem selama kejadian disturban berlangsung dengan tindakan-tindakan yang sesuai
3)  manage the system after the disturbance; yaitu melakukan tindakan-tindakan secara cepat untuk memantau dampak-dampak yang terjadi setelah disturban.
4)  manage the recovery process; yaitu memanage proses-proses recovery suatu hutan dengan memperhatikan kemampuan untuk memulihkan diri berdasarkan adaptabilitas dan resiliensinya, bila diperlukan disertai dengan treatmen-treatmen tertentu untuk  mempercepat proses recovery.


Kondisi-kondisi awal komposisi sepesies dan struktur tegakan sampai perkembangan lebih lanjut dari respon alami hutan untuk memulihkan diri dari disturban perlu diketahui sejak dini.  Stabilitas, resiliensi dan resistensi suatu tegakan dalam masa recovery terhadap disturban adalah hasil dari system ini sehingga dapat diketahu intensitas dan durasinya.  Beberapa contoh pengkondisian awal tegakan hutan dalam kaitannya dengan tekanan suatu disturban disajikan sebagai berikut :
-          A current example of managing initial conditions is occurring in all fire-prone forested ecosystems in the United States. Years of fire suppression and attempted fire exclusion have altered fuel loads in many forests so as to alter the fire regime. In some cases this has meant changing from a relatively benign ground fire regime to a stand replacement fire regime. Simply allowing fire, whether wildfire or prescribed burning, back into the stands is not feasible due to the altered fuel loads, especially the live fuels of dense understory trees. Nevertheless, altering initial stand conditions will perhaps mitigate the effects of wildfire disturbances in the future.
-          Another example of altering initial conditions is the effort in some Western European countries to convert Norway spruce plantations to other species, in hope that the resulting stands will be more stable in the face of windstorms (Hahn et al., 2004).
Pada dasarnya disturban dapat dikelola tanpa melakukan alternatif-alternatif intervensi , termasuk  mencegah disturban atau memanipulasi dampak dan pengaruhnya, bahkan kadang-kadang hal ini menjadi pilihan yang paling tepat, seperti letusan gunung berapi atau kebakaran.  Disisi yang lain, pencegahan  terhadap terjadinya disturban juga layak dilakukan sepanjang biaya yang dikeluarkan lebih efisien dibandingkan dengan mengelola dampak disturbannya.  Beberapa tipe disturban seperti banjir dan longsor memang membutuhkan pencegahan secara efektif dengan engineering (rekayasa), hukum dan perundangan juga diperlukan untuk mencegah dan melindungi beberapa spesies dan habitat yang terancam. 
Manajemen disturban dengan cara manipulasi dampak adalah penting sebagai bagian dari proses pemulihan terutama untuk disturban yang disebabkan oleh aktivitas manusia, karena kondisi dampak tertentu akan sulit bila hanya mengandalkan kemampuan pemulihan secara alami.  Sebagai contoh tindakan secara mekanis untuk meminimalkan bahan bakar pada masa jeda pertumbuhan. 
Selanjutnya manajemen sesudah disturban dan selama proses recovery merupakan satu kesatuan proses, mencakup manajemen jangka pendek dan jangka panjang.  Manajemen jangka pendek terkait dengan tindakan-tindakan segera setelah disturban skala besar terjadi terutama dari segi kebijakan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat serta pembenahan infrastruktur.  Selanjutnya manajemen jangka panjang akan terkait dengan masa recovery hutan dengan memantau prosesnya tanpa melakukan tindakan-tindakan yang justru menghambat. 
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen disturban ini adalah :
1)      what should be left in a disturbed area,
2)      what should be removed,
3)      what should be excluded, and
4)      what should be added.

PENUTUP (Tanggapan Reviewer)
Berdasarkan uraian yang disampaikan Stanturf di atas, dapat ditarik suatu benang merah dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari diperlukan pemahaman yang tepat terhadap disturban, karena disturban ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan struktur, komposisi dan fungsi-fungsi ekologis hutan.
Sistem pengelolaan yang tepat adalah memasukkan dinamika disturban dalam system silvikulktur yang akan diterapkan.  Mengingat dinamika disturban sangat bervariasi baik pada skala dan intensitas, maupun lokasi dan wilayahnya.  Berdasarkan hal tersebut penerapan sistem silvikultur yang adapatif terhadap dinamika disturban akan menghasilkan pengelolaan hutan yang baik.
Pertanyaan kunci dari hasil tulisan ini adalah :
1.    Apakah system silvikultur yang diterapkan di Indonesia sudah mempertimbangkan dinamika disturban ?
2.    Bagaimana cara memadukan disturban dalam suatu system silvikultur ?
3.    Bagaimana cara mengimplementasikan system silvikultur tersebut secara kongkrit?

PUSTAKA
Beatty, S. W. and Owen, B. S. 2004. Incorporating disturbance into forest restoration. Chapter 4 in Stanturf, J.A. and P. Madsen, eds. Restoration of Boreal and Temperate Forests. CRC Press, Boca Raton, FL. (in press).

Boose, E. R., Foster, D. R., and Fluet, M. 1994. Hurricane impacts to tropical and temperate forest landscapes. Ecological Monographs 64(4), 369–400.

Covington, W.W. and Moore, M.M. 1994. Southwestern ponderosa forest structure and resource conditions: changes since Euro-American settlement. Journal of Forestry 92, 39.

Dale, V. H., Joyce, L. A., McNulty, S., Neilson, R. P., Ayres, M. P., Flannigan, M. D., Hanson, P. J., Irland, L. C., Lugo, A. E., Peterson, C. J., Simberloff, D., Swanson, F. J., Stocks, B. J., and Wotton, M. 2001. Climate change and forest disturbances. BioScience 51(9), 723–734.

Drouineau, S., Laroussinie, O., Birot, Y., Terrasson, D., Formery, T., and Roman-Amat, B. 2000. Joint evaluation of storms, forest vulnerability and their restoration. European Forestry Institute Discussion Paper 9, Joensuu, Finland.

FAO. 2002. Food and Agriculture Organization (FAO), Proceedings expert meeting on harmonizing forest-related definitions for use by various stakeholders, Rome, 22–25 January 2002, FAO, Rome.

Goudie, A., The Human Impact on the Natural Environment, MIT Press, Cambridge, MA, 1986.

Hahn, K., Emborg, J., Larsen, J.B., and Madsen, P. Forest rehabilitation in Denmark using nature-based forestry. Chapter 19 in Stanturf, J.A. and P. Madsen, eds. Restoration of Boreal and Temperate Forests. CRC Press, Boca Raton, FL. (in press).

Naiman, R. J., Melillo, J. M., and Hobbie, J. E. 1986. Ecosystem alteration of boreal forest streams by beaver (Castor canadensis). Ecology 67(5), 1254–1269.

Oliver, C. D. 1980. Forest development in North America following major disturbances. Forest Ecology and Management 3, 153–168.

Oliver, C. D. and O’Hara, K. L. 2004. Effects of restoration at the stand level. Chapter 3 in Stanturf, J. A. and P. Madsen, eds. Restoration of Boreal and Temperate Forests. CRC Press, Boca Raton, FL. (in press).

Paine, R. T., Tegner, M. J., Johnson, E. A. 1998. Compounded perturbations yield ecological surprises. Ecosystems 1(6), 535–545.

Peterson, C. J. 2000. Catastrophic wind damage to North American forests and the potential impact of climate change. The Science of the Total Environment 262, 287–311.

Pickett, S. T. A and White, P.S. 1985. Patch dynamics: A synthesis. Chapter 21 in Pickett, S.T.A and White, P.S., eds. The Ecology of Natural Disturbance and Patch Dynamics. Academic Press, New York.

Romme, W. H., Everham, E. H., Frelich, L. E., Moritz, M. A., and Parks, R. E. 1998. Are large, infrequent disturbances qualitatively different from small, infrequent disturbances? Ecosystems 1(6), 524–534.

Smith, W. H. 2000. Ice and forest health. Northern Journal of Applied Forestry 17(1), 16–19.
Sousa, W. P. 1984. The role of disturbance in natural communities. Annual Revue of Ecology and Systematics 15, 353–391.

Stanturf, J. A., Kellison, R. L., Broerman, F. S., and Jones, S. B. 2003. Productivity of southern pine plantations: Where are we and how did we get here? Journal of Forestry 101(3), 26–31.

Stanturf, J. A. 2004. What Is Forest Restoration? Chapter 1 in Stanturf, J. A. and P. Madsen, eds. Restoration of Boreal and Temperate Forests. CRC Press, Boca Raton, FL. (in press).


[1] Stanturf, J. A. 2004. Disturbance dynamics of forested ecosystems. – Transactions of the Faculty of Forestry, Estonian Agricultural University, 37, 7–12.
Author’s address: USDA Forest Service, Stoneville, MS USA, US Forest Service, 320 Green Street, Athens, GA 30602 USA; tel. 001-706-559-4316; E-mail: jstanturf@fs.fed.us.

2 komentar:

Ghina Ghufrona mengatakan...

mantap pak tulisannya.. jika ada kesempatan, silahkan mampir ke blog saya: http://ghinaghufrona.blogspot.com

Hatur nuhun

(Ghina)

radenkancil (Ichsan Suwandhi) mengatakan...

makasih neng ghina atas commentnya dan kunjungannya di blog saya.. semoga bermanfaat